Minggu, 25 April 2021
Kata Kata Kerja Bahasa Korea Yang Sering Digunakan
Kata Kata Tanya Dalam Bahasa Korea
Sabtu, 24 April 2021
Kata Ganti Orang Dalam Bahasa Sanskerta
Selasa, 20 April 2021
Partikel 에서 - 까지, 부터 - 까지
Kamis, 15 April 2021
Sri Krishna dan Naga Kaliya
Kamis, 08 April 2021
The King and the monkey
Rabu, 07 April 2021
Partikel 에게서, 한테서, 께로부터
Senin, 29 Maret 2021
Partikel 에게
Minggu, 28 Maret 2021
Krishna Stealing Butter
Rabu, 24 Maret 2021
Partikel 의
Partikel 에서
Jumat, 19 Maret 2021
Partikel 에
Minggu, 14 Maret 2021
Prasasti Kubu Rajo
- Oṃ māṃla virāgara —
- Ādvayavarmma
- mputra Kaṇaka
- medinīndra — ǀ o ǀ
- śukṛtā ā vila
- bdhakusalaprasa —
- ǁ dhru ǁ maitrī karu
- ṇā ā mudīta u
- pekṣā ā ǁ yācakka
- jaṇakalpatarurupa
- mmadāna ǁ ā ǁ Ādi
- tyavarmma mbhūpa kulisa
- dharavaṅśa ǀ o ǀ pra
- tīkṣa avatāra
- śrīlokeśvara
- deva ǁ mai —
Penafsiran teks prasasti
| (Sapaan dalam agama Budha) Dengan ikhlas Putra Adwayawarman, penguasa bumi emas Dia yang telah menerima hasil dari jasanya Yang teguh dan penuh dengan belas kasih, yang sabar dan menenangkan Yang murah hati bagaikan kalpataru yang memenuhi semua keinginan Adityawarman raja dari keluarga Indra Reinkarnasi dari Sri Lokeswara Dewa yang penuh cinta kasih |
Sabtu, 13 Maret 2021
Gadai BPKB Motor / Mobil Di Adira Finance
Prasasti Canggal (Mataram)
Prasasti Canggal ditemukan di kompleks Candi Gunung Wukir, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Berita mengenai penemuan ini pertama kali di publikasikan pada tanggal 10 Maret 1884, dalam sebuah sesi pertemuan anggota kelompok ilmiah Royal Academy di Amsterdam, Belanda. Prasasti ini adalah merupakan salah satu peninggalan terpenting dari kerajaan Mataram Kuno di wilayah Jawa Tengah. Pada prasasti ini ditemukan angka tahun pembuatan yang telah memungkinkan para arkeolog untuk dapat memperkirakan periodisasi berdirinya kerajaan tersebut di Pulau Jawa. Angka tahun pendirian pada prasasti tersebut termuat dalam sebuah Candrasengkala yang berbunyi "Sruti Indriya Rasa" (Sruti = 4, Indriya = 5, Rasa = 6) yang menyatakan tahun 654 Saka atau 732 Masehi. Prasasti ini dianggap sebagai prasasti "berangka tahun" yang tertua di Pulau Jawa.
Prasasti ini ditulis menggunakan aksara Pallava dan dalam Bahasa Sanskrit dialek awal yang menurut para ahli dirasa "kurang elegan" bila digunakan pada dokumen kerajaan. Dalam sebuah studi komparatif mengenai epigrafi, disebutkan bahwa baik bahasa, aksara maupun isi yang terdapat pada Prasasti Canggal, secara umum memiliki kemiripan dengan Prasasti Han Chei yang terdapat di Kamboja dan berasal dari pertengahan abad 7 M. Fakta ini menguatkan pendapat para ahli bahwa kedua prasasti itu memang berasal dari periode yang sama.
Prasasti Canggal memuat 25 baris tulisan yang terbagi menjadi 12 klausal yang dipahatkan pada sebuah lempeng batu persegi panjang berwarna kecoklatan. Terdapat pahatan berupa ornamen Floral pada bagian atas dan bawahnya yang berfingsi sebagai frame border atas isi prasasti. Beberapa bagian dari prasasti ini telah mengalami kerusakan, terutama pada bagian kakinya.
Isi Naskah Prasasti Canggal :
1)
Cakendre'tigete crutindriya-rasair
ankikrte vatsare.
varendau dhavala-trayodaci-tithau
bhadrottare kartike.
lagne kumbhamaye sthiranga-vidite
prastisthipat parvate
lingan laksana-laksitam narapatic
cri sanjayac cantaye.
2)
Gangottunga-taranga-ranjita-jata-
maulindu-cudamanih.
bhasvat-pankti-vibhuti-deha-vikasan
nagendra-hara-dyutih.
crimat-svanjali-koca-komala-karair
dewais tu ya (s) stuyate.
sa creyo bhavatam bhavo bhava-tamas
suryo dadatv adbhutam.
3)
bhakthi-prahvair munindrair abhinutan
asakrt svarga-nirvana-hetoh.
devair lekharsabhadyair avanata-makutaic
cumvitam sat-padabhaih.
angulya-tamra-pattram makha-kirana-
lasat-kecararanjitantam.
deyat cam cacvatam vas Trinayana-
carananinditambhoja-yugma.
4)
aicvaryaticayodbhavat sumahatam apy
aqdbhutanam nidhih.
tyagaikanta-ratas tanoti satatam yo
vismayam yoginam.
yo'stabhis tanubhir jagat-karunaya
pusnati na svarthatah.
bhutecac caci-khanda-bhusita-jatassa
tryam vakah patu vah.
5)
Vibhrad-dhema-vapus-svadeha-dahana-
jvala evodyaj-jatah. 1)
veda-stambha-suvaddha-loka-samayo
dharmartha-kamodbhavah.
devair vandita-pada-panjaka-yugo
yogicvaro yoginam.
manyo loka-gurur dadatu bhavatam
siddhim svayambhur vibhuh.
6)
Nagendrotphana-ratna-bhitti-patitam
drstvatma-vimva-criyam.
subhnubhanga-kataksaya kupitaya
Nunam crya viksitah. 2)
yo yogaruna-locanotpala-dalac
cete'mwu-cayya-tale.
tranartham'tridacais stutas sa
bhavatamdeyat criyam cripatih.
7)
asid dvipavaram yavakhyam atulam
chanyadi-vijadhikam.
sampannam kanakakarais tad-amarai
(s saksa)d ivoparjitam. 1)
crimat-kunjara-kunja-deca-nihi
(tam lin) gadi-tirthavrtam. 2)
stanam divyatamam civaya jagatac
cambhos tu yatradbhutam.
8)
tasmin dvipe Yavakhye purusa-pada-
mahalaksma-bhute pracaste.
rajogrod-agra-janma prathita-prthu-
yaca sama-danena samyak.
casta sarva-prajanam janaka iva cicor
janmato vatsalatvat.
sannakhyas samnatarir manur iva su-
ciram pati dharmena prthvim.
9)
evam gate samanucasati rajya-laksmim
sannahvaye'nvayavidhau samatita-kale.
svarge sukham phala-kulopacitan
prayate.
bhinnam jagad bhramati coka-vacad
anatham.
10)
jvalaj-jvalana-vidravat-kanaka-
gaura-varnah.
mahad-bhuja-nitamva-tungatama-murddha-
crngonnatah.
bhuvi sthita-kulacala-ksiti-dharocca-
padocchrayah.
prabhuta-guna-sampadodbhavati yas
Tato meruwat.
11)
criman yo mananiyo wudha-jana-nikaraic
castra-suksmarthavedi.
raja cauryadi-gunyo raghur iva vijitaneka-
samanta-cakrah.
raja cri sanjayakhyo ravir iva yacasa
dig-vidik-khyatalaksmih.
sunus sannaha-namnas svasur a(vanipater)
nyayatac casti rajyam.
12)
yasmin chasati sagarormi-racanam caila-
stanim medinim.
cete raja-pathe jano na cakitac corair
na canyair bhayaih.
kirtyadyair alam-arjitac ca satatam
dharmartha-kama naraih.
nunam roditi rodititi
sa kalir anca-
ceso yatah.
Terjemahan (bebas) :
1)
Pada tahun raja-Caka yang telah lalu
dengan ditandai angka cruti indriya
rasa= 645 caka(atau 732 masehi), ha
ri senin, hari baik, tanggal 13 paro
terang bulan kartika................
sang raja sanjaya mendirikan lingga
yang ditandai dengan tanda-tanda (yang
telah dipastikan)di bukit yang ber-
nama sthirangga buat keselamata (rak
yatnya).
2)
Sang dewa bhawa (ciwa), sang matahari
bagi kegelapan hidup (ini); yang di
hormati oleh sekalian dewa-dewa sera-
ya menelakupkan kedua tangannya yang
halus menjadi seperti cupu-cupu untuk
menyembahnya dengan hormat; yang me-
makai serampang raja ular; yang mengem
bangkan diri mejadi berbagai-bagai
kenikmatan yang gilang-gemilang (di du-
nia ini); yang bersanggul mahkota ter-
hias dengan menikam yang berupa bulan
sabit, dan berkilauan seperti gelombang
sungai gangga yang suci; moga-mogalah
beliau memberi kemuliaan yang sangat
besar kepada kamu sekalian.
3)
Kedua kaki sang dewa Bermata tiga (ci-
wa), yang bagus sempurna seperti bu-
nga teratai dengan jari-jarinya, meng
kilap karena cahaya kukunya; kedua
kaki yang di hormati oleh sekalian pe
muka para resi seraya berbakti meren
dahkan dirinya sambil memuja dengan
sair-sairan yang sering disairkan ka
rena mereka ingin mendapatkan kenikmat
an dalam akhirat; kedua kaki yang di
hormati oleh para dewa yang dikepalai
oleh Batera Indra seraya sujud sampai
mahkotanya menyentuh tanah, seolah-
olah kumbang yang mencium bunga te
ratai (=kaki kedua) itu; moga-mogalah
kedua kaki sang Bermata-tiga yang ba
gus sempurna itu memberi keselamatan
yang kekal kepada kamu sekalian.
4)
Beliau yang, karena sipatnya yang
sangat luhur dan kuasa itu - menjadi
gudang segala keajaiban yang besar-
besar; yang senantiasa dengan iklas
membuang kepentingan sendiri, selalu
membuat heran kepada para pandita;
Yang dengan badanNya delapan meme
Lihara dunia tidak untuk keperluan sen
Diri, tetapi karena belas kasihNya;
Moga-mogalah sang bermata tiga. Raja
dari sekalian makhluk, yang mahkotanya
terhias dengan bulan sabit itu membe-
rikan perlindungan kepada kamu sekalian.
5)
Sang jagad guru (dewa Brahmana) yang
Termulia, raja pandita dari sekalian
seperti bunga teratai – dihormati oleh
para dewa;yang memberi kesenangan,
kefaedahan dan kebaikan (di dalam du-
dunia ini );yang mengikat tata-cara ma
nusia dengan tihang yang sangat teguh
yakni kitab Weda-weda; yang bermahko
ta tinggi berkilau-kilauan seperti a-
pi menyala, api yang keluar dari ba –
dan sendiri, BadanNya yang mengki-
lap seperti emas; moga-mogalah dewa
yang Terjadi dengan sendirinya (Sva –
yambhu=Brahmana) dan sangat berkuasa
itu memberi kamu sekalian kesempurna-
an kepada kamu sekalian .
6)
Sang dewa Wisnu yang dilihat oleh pa-
rameswariNya, dewi Cri , dengan mata
mengkerling dan halis lengkung karena
marah (yang pura-pura), sambil ber-
cermin memandang bayang-bayang nya di
dalam menikam di atas kepala naga raja
yang membeberkan leher; sang de
wa wisnu yang mataNya merah - seperti
angkup bunga tanjung – karena sangatNya
bersemedi; beliau yang berbaring
diatas laut seraya dihormati oleh
para dewa yang pertolonganNya; Mo-
ga-mogalah sang dewa wisnu itu mem-
beri bahagia kepada kamu sekalian .
7)
Adalah pulau mulia, bernama Jawa,
Yang tak ada bandingannya tentang
Hasil buminya, terutama hasil padi;
Kaya akan tambang emas yang semata-
mata diakui kepunyaan oleh para dewa;
pulau yang penuh dengan tempat-tem-
pat pemujaan suci, Kujarakunja namanya
untuk keselamatan dan kemakmuran du-
nia.
8)
Di pulau jawa tersebut, yang sangat
masyur menjadi mustika diantara tem
pat manusia lain-lainnya, disitu ada
seorang raja , sang Sanna namanya
berasal dari keluarga kerajaan tinggi
dan mashur karena jasanya yang sangat
besar, memerintah sekalian rakyat –
nya dengan kebaikan, anugerah ke-
halusan budi, seolah-olah seorang ba-
pa (mendidik) anaknya mulai dari ke-
cil karena cintanya; yang menaklukan
musuh nya dan seperti sang Manu sangat
lama memerintah kerajaannya dengan ke
adilan.
9)
Setelah raja yang bernama sang Sanna
yang seperti bulan bagi turunnya itu,
mendiang sesudah beliau sangat la-
ma memelihara kebahagiaan negaranya,
dan pergi keswarga untuk merasakan
kenikmatan , yakni himpunan buah tabi-
ainya yang sngat baik itu, - maka pe-
cahlah negaranya, binggung karena su-
sah kehilangan perlindungan.
10)
(adapun)yang berbangkit (mengganti-
Nya menjadi raja), yakni seorang yang
warna kulitnya berkilau-kilauan seper
ti emas luluh di dalam api yang ber-
kobar-kobar..........; yang mempunyai le
ngan kuat seperti bukit barisan turun
dari puncak bukit barisan turun
dari puncak bukit indungnya;yang meng
angkat kepalanya sangat tinggi seperti
bukit meru (Himalaya) dengan puncak-
nya; yang kakinya terletak lebih ting
gi dari pada kepala raja-raja yang du-
duk di tengah.
11)
Yang termulia dan dihormati oleh seka
lian para bijaksana karena pengetahuan
nya akan kitab-kitab dengan maksudnya
yang sulit-sulit; seorang raja yang
berakibat gagah berani seperti cri Ra-
ma ,menaklukkan sekalian raja-raja di
sekitar negaranya. namanya ialah sang
raja Cri Sanjaya, dengan jasanya seba-
gai matahari, mashur di mana-mana mem-
punyai kebahagiaan. beliau ialah pute-
ra sang Sannaha, saudara perempuan sang
raja (sanna tersebut di atas).
12)
Selama raja ini memerintah kerajaannya
yang berpending gelombang samudera dan
bertetek bukit-bukit, maka orang yang
tidur di tepi jalan raya tidak takut
penjahat dan bahaya lain-lainnya.
oleh manusia, manusia yang kaya akan nama baik
tercapailah selalu kesenangan, kefaed
dahan dan kebaikan dengan cukup. se-
karangsang kali seolah-olah hanya
menangis-nangis saja, sebab tidak
dapat bahagian suatu apa.
Prasasti Sojomerto (Mataram)
Nama Prasasti : SOJOMERTO
Lokasi Penemuan :
Desa Sojomerto, Kecamatan Reban
Kabupaten Batang, JAWA-TENGAH
Bahan : Batuan Andesit
Ukuran : panjang 43 cm, tebal 7 cm, dan tinggi 78 cm
Era : Kerajaan Mataram
Tahun Penerbitan : Diperkirakan abad ke-7 Masehi
Aksara : Pallawa dalam 11 Baris
Bahasa : Melayu Kuno
Isi dari Prasasti :
Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
Salinan dalam Bahasa Aslinya :
1. … – ryayon çrî sata …
2. … _ â kotî
3. … namah ççîvaya
4. bhatâra parameçva
5. ra sarvva daiva ku samvah hiya
6. – mih inan –is-ânda dapû
7. nta selendra namah santanû
8. namânda bâpanda bhadravati
9. namanda ayanda sampûla
10. namanda vininda selendra namah
11. mamâgappâsar lempewângih
Terjemahan kedalam Bahasa Indonesia :
Karena beberapa aksaranya rusak terkikis usia, maka yang disampaikan disini adalah penfsirannya.
Sembah kepada Siwa Bhatara Paramecwara dan semua dewa-dewa
… dari yang mulia Dapunta Selendra
Santanu adalah nama bapaknya, Bhadrawati adalah nama ibunya, Sampula adalah nama istri dari yang mulia Selendra.
Selasa, 09 Maret 2021
Kakawin Ramayana
Kamis, 04 Maret 2021
Siva Samhita
Rabu, 24 Februari 2021
The lion and Rabbit
Rabu, 17 Februari 2021
Prasasti Raja Jayasakti Di Desa Bebandem
I. Pendahuluan
Tinggalan arkeologi merupakan salah satu sumber data bagi penyusunan sejarah Indonesia kuno disamping sumber-sumber lainnya. Data arkeogi sebagai salah satu sumber data antara lain dapat berupa data ikonografi, arsitektur, dan data prasasti (epigrafi), sedangkan sumber lainnya adalah berasal dari data filologi. Di dalam konteksnya dengan penyusunan sejarah kuno, prasasti digunakan sebagai data primer sedangkan data ikonografi, arsitektur, dan data filologi adalah digunakan sebagai data skunder.
Prasasti adalah piagam resmi dikeluarkan olehseorang raja atau penguasa kepadasatu desa/wilayah (karaman) tertentu karena telah terjadi peristiwa penting pada masa itu. Keputusan raja tersebut diabadikan pada beberapa media antara lain rontal (ripta prasasti), batu (utpala prasasti), dan tembaga (tamra prasasti) (Nastiti, 2008:624). Berdasarkan isi pokok yang terkandung di dalamnya prasasti dikenal dengan beberapa sebutan atau istilah antara lain jayapattraatau jayasong, suddhapatra, jayacihnaatau jayastambha, dankerttasudhi. Jaya pattra/jaya song adalah prasasti dengan isi pokoknya berkenaan dengan keputusan hukum. Prasasti sudhapatraadalah prasasti dengan isi pokoknya masalah utang-piutang atau gadai. Prasasti jayacihna atau jaya stambha adalah prasasti yang isi pokoknya berkenaan dengan kemenangan atau penaklukan terhadap daerah tertentu (Nastiti,2008:624-625). Prasasti kerttasuddhi adalah prasasti dengan isi pokok tentang sahnya suatu transaksi jual-beli lahan/barang (Warda, 1989). Prasasti sebagai piagam resmi suatu pemerintah kerajaan dituliskan menggunakan beberapa huruf dan bahasa antara lain huruf dan bahasa Bali Kuno, Jawa Kuno, Sanskerta, dan kombinasi huruf dan bahasa Jawa Kuno-Sansekerta atau Prenagari- Jawa Kuno dan dirumuskan menurut kaidah-kaidah tertentu (Boechari, 1977:1-2).Prasasti-prasasti Bali Kuno yang menggunakan huruf dan bahasa Bali Kuno adalah prasasti yang bertipe yumupakatahu, antara lain prasastiSukawanaAI, Bebetin AI, Trunyan AI, Trunyan B, Bangli Pura Kehen A, Gobleg Pura Desa I, Srokadan AI , Sembiran AI, Pengotan AI, Batunya AI, Dausa Pura Bukit Indrakila AI, dan Gobleg Pura Batur (Goris, 1954a: 53-72). Fase berikutnya diterbitkan menggunakan huruf dan bahasa Jawa Kuno. Prasasti yang bertipe seperti ini adalah prasasti yang diterbitkan pada masa pemerintahan raja Udayana beserta permaisurinya Sri Gunapriyadaharmmapatni.Beberapa diantaranya dapat disebutkan antara lain prasasti Bebetin A II, Serai A II, Bwahan A, Sading A, Abang, dan Pura Batur A (Ardika, 1983:12; 13). Prasasti yang menggunakan kombinasi huruf dan bahasa Jawa Kuno – Sansekerta atau Pranagari seperti prasasti Blanjong Sanur atas nama Sri Kesari Warmadewa, dan prasasti Pura Pegulingan Pejeng.
Berdasarkan catatan Goris (1954a:29 ), prasasti Bebandem bernomor 552dengan nama prasasti Bebandem. Di dalam catatan tersebut prasasti Bebandem baru tercatat secara sepintas terkait dengan penyebutan “karaman bahung tringan” saja, dan belum ada salinannya. Prasasti Bebandem di dalam tulisann Ketut Ginarsa (1968) dengan judul Prasasti Baru Ragajaya telah disinggung dan diuraikan secara singkat isi prasasti ini. Belum disalinnya prasasti ini kemungkinan disebabkan oleh suatu kendala teknis pelaksanaan di lapangan. Hal tersebut kiranya sangat beralasan, mengingat di Bali tinggalan arkeologi terlebih-lebih prasasti yang disimpan di dalam sebuah pura merupakan benda yang dikeramatkan oleh pemiliknya/penyungsungnya (living monument), dan boleh dibaca hanya pada saat-saat tertentu saja. Demikian juga halnya dengan prasasti Bebandem yang kini tersimpan di Pura Gumi Desa Bebandem. Prasasti tersebut tidak boleh diturunkan/dibaca setiap saat, melainkan diijinkan diturunkan untuk dibaca hanya pada saat hari piodalannya yakni pada hari purnamaning sasih Kapat.
Terlepas dari permasalahan tersebut, berkenaan dengan sangat antusiasnya keinginan masyarakat untuk mengetahui isi yang tersurat di dalam lempengan-lempengan tembaga yang mereka keramatkan, prasasti Bebandem kini telah dapat disalin/dialih aksarakan walaupun melalui hasil photo. Berdasarkan pemeriksaan terhadap hasil photo, diketahui bahwa ada beberapa lempengan yang tidak nyambung dan urutan nomor-nomor lempengannya ada yang tidak runut dengan lempengan selanjutnya, dengan demikian data yang didapatkan juga bersifat fragmentaris. Prasasti ini dituliskan dengan menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno. Tidak lengkapnya dokumentasi photo yang ada kiranya dapat dimaklumi karena secara teknis mereka belum mengerti dan tidak memahami teknis pendokumentasian di dalam penelitian terhadap sebuah prasasti. Kendatipun demikian patut disyukuri, lembaran penting yang menyebut angka tahun, nama raja, dan sebab-sebab dikeluarkannya prasasti telah dapat diungkapkan. Pada sisi lainbeberapa lembaran halaman yang tidak ada dalam photo belum dapat diungkapkan.
II. Tanda Baca, Alih Aksara, dan Alih Bahasa
a. Tanda Baca
Di dalam membuat alih aksara prasasti Bebandem dipergunakan tanda diakritik yang lazim digunakakan dalam penelitian epigrafi seperti berikut di bawah ini.
ā: a dirgha
ū : u dirgha
ẽ : e pẽpẽt
ī : i dirgha
ӧ : ẽ dirgha
ṛ : ẽr/rẽ
ḷ : ẽl/lẽ
ṅ : ng aksara
ŋ : ng anuswara
ñ : ny
ṇ : na lingual
—: huruf yang tidak terbaca.
b. Alih Aksara (lihat lampiran photo)
1b.
1. Iŋ śaka 1059, wesaka māsa tithi pañcajasi śukla pakṣa pa, wa, wra, wara watugunuŋ, irika diwasa karāmani bahuŋ
2. tringan sapañjiŋ thāni, tuha tuha mańaran bapaniŋ lilati mwaŋ bapaniŋ gangsal,manambaḥi lbuni padukā sri mahāraja sri ja
3. yasakti, makasopanarakryan juru jayasakti pu jayasakti, sambandani panambaḥ nikaŋ karāman, majarakẽn rowaŋnya sa
4. karāman luńha i lasatan padasońwgil mańuńsi thāni salen, dudu lumaku wana waŋ sanusup riŋ gunuŋ mula 60 kuṛ
5. n kweḥnya ri sẽdẽńanyan paripurnna, mańke masesa taya 11 kuṛn atuńgu karāman, ya tańde transantasaḥnya, nimitta
6. nika karāman manambaḥ i lbuni paduka sri mahāraja, aŋhyańańhintagati, ri knohanikan karāman titisana wa
2a.
1. ramuta samagganyan jnẽka riswadesanya, kańẽnańẽn pwa de pāduka sri mahāraja, ri priḥ sakit nikaŋ karāman, sakdik mańisyani dr
2. wya haji, apan puriḥ niŋ kadi siḥ prabhu, jagat karuna, tanenak turu sama wini sumẽngẽ rāt rinaksanira unaksaya, mataŋnyang du
3. mawuḥanugraha paduka śri mahāraja i karāmanin bahuŋ trińan, inapuranira makahińanan 40 tahun pisanińun, tan kna ripa
4. rabyapara tan kna sakweḥniŋ padrwyahajyan tkeŋ para wulu wulu saprakāra, makadiŋ sambar, mwaŋ buńan tańkalik, laganiŋ sawuŋ risampu
5. nya tinisan sakahińanaŋ 40 tahun,samańkana ya mańngrota mā 1 kabehananya saputthāyu, sadakāla rumota sakaknaknanya
6. riŋ lagi, mwaŋ drwyahajinya wilaŋmanahura kū 2 kabehanya saputthāyu, pada tahilaknanya ri pakirakirān riŋ cetra matlu, sanadma
2b.
1. kakmitanapigajiḥ bahuŋ tumari(ma)1) ya ńkana, tan kna pinta panumbas rikalanyan patahil tka riŋ magha mahanawami riŋ ka(r)tikantara2) pu
2. rwa bhyasa kalayaran salwiraniŋ pinta welinẽn tkapni nāyakanya, tan kna pabakta, patimba patambiluŋ, pasanduŋ watu, mwaŋ pamapas
3. salwiranya saprakāra, mangkana tkapanya tahila sawaḥ padmak kasarwwan ri thāninya tambuku 2 manahura mā2 saputthāyu, tan pa
4. nusuna, sakweḥni matamadanya3) ,kujuḥnya, gitmanya4), ktẽsanya sambasambaran tkeŋ kahulukaywan tahilaknanya ri pakirakirā
5. n riŋ cetra matlu, sańadmakakmitan apińgajiḥ tumarima ya ńkana, tan kna tarib mwaŋ, pakirab , papgiŋ, pamapas pusẽt, tan kna
6. pinta panumbas rikalanyan patahil drwyahaji, tka ri magha mahānawami ri karttikantara purwwa bhyasa kalayaran salwi
3a.
1. ranya, mańkana sakweḥniŋ sawaḥ madmakmitan mwaŋ sawaḥ niŋ ńasawaḥ ri kasuwakan bayuran ika laga lagan mulanya, tẽhẽr ma
2. nahura knannya laga kū 2 riŋ satambuku, laga kambaŋ sadakala, kapwa tahilaknanya riŋ pakirakirān ri wusniŋ hanyan, sańadmaka
3. kmitan mwaŋ ńanińgi tumarima ya ńkana, tan kna pinta panumbas salwiranya, kunaŋ sawaḥ i kasuwakan siladan tẽhẽr sakramanya
4. mula, laganya kū 2 riŋ satambuku, muńgaha i bhatara bukasri riwusni hanyan, atẽhẽr tan wnaŋ wwaŋ ri thāni salen lumaga
5. ikaŋ sawaḥ padmak, sawaḥ kmitan salwiranya, i sira sangadmakakmitan mwaŋ nganinggi, yapwan hana lamwańanhani, ńuniweḥ samala
6. gakẽn, tan wuruŋ tibana daṇda jńalańgyasana de pāduka sri mahāraja, palarẽn sugyan hana humuńsiryya muliha kadi kramanya
3b.
1. mula, apan hana suruhanya i bhātara bukaśri, lawan kna mataruḥ, masuriḥ, mahulukayuñjalan, tan kna pawilaŋ pata
2. pan, tan kna pamli haji riŋ mañumbul, mwaŋ gulma, tan kna pamli riŋ paran tkeŋ ńańkatan pāduka haji, tan kna rambańan, mwaŋ hujuŋ
3. tan kna haywahaywan, pańatawan, haṛŋ lńa, dẽdẽk kapulaga , mwaŋ kamukus, tan kna sarwwa wija, ri maha bantẽn, tan kna pa
4. wisuwa, prayaṣcitta, tan kna taran tarańan ri candranityagrha, apa tan kna mulanya lawan tan kna sakwehniŋ buñcaŋ ha
5. ji, gẽńadmit tkeŋ laku langkaḥ pikulpikulan, tundatundānatagatagan adohaparẽ, tan kna tunda drwyahaji, tan pa
6. pamikula ńirẽrẽbahan wwat wańunan salwiranya, mańkana yan hana wwańńgi bahuŋ trińan, salaḥ dayan doṣa ganaganan salwira
4a.
1. niŋ dosa ginaweyakẽnya, tan kna tandas tutan mwaŋ ludan, tan kna pawdiḥan, lawan yan hana umaḥ katunwan, tka
2. riŋ kuwu kuwu, ulun riŋ sawaḥ kbwan pagagan, tan kna padam, tan pasrawanakna, tan paŋdadyakna doṣa, mańkana salun
3. diŋ rithāninya tan kna tikasan mwaŋ pabańkis apan hana suruhanyan huningi i bhatara bukaśri, atẽhẽr karāmaniŋ bahuŋ tri
4. ngan tan paweha mańana ri wwaŋ madalanasuŋsuŋ salwiranya, kunaŋ yan pamańku saŋ hyaŋ ajña haji, mwaŋ tulis taṇda rakryan sira ka
5. beḥ tustus kunaŋ samańkana ya weha mańana sayathastakti5), tan paŋhayamana, tan sipatẽn, tan sraŋ sisikẽn, i ka
6. ta samasa wehẽna mańana, yan tanańga ghańherakẽn samasa, makańgẽha waknyagya kinonkon, kewala hyun aminta pi
4b.
1. rak pańiwӧ, atipakani karāman tan sẽńgahẽnanhilani, atẽhẽr tan kna pańgaŋ salun mwaŋ pamukajña, papitutur dadya
2. ya pkẽnpkẽna saparananya, tan sapan deni tapahāji wnańa ya ńingwāsutugẽl mwaŋ prul, tanalapẽn deniŋ nāyakan buru, dadya ya
3. ńingwa itik, tan puspusana, mańkana yan hana kahyańan walyan, momaḥ i thāninya tan alapẽniŋ daryya mwaŋ ńdamla wali pujuŋ mwaŋ
4. ńipatatahan, apana ńyẽt suruhanya i bhatarabukaśri wnanga ya mijila sara mareŋthāni salen tan sipatẽn, ta
5. n pintana laganiŋ hnu, atẽhẽr wnanga wwańńi bahuŋ trińan,anawuńa riŋ pasańayan, pnaḥ pari prańudwan, samprasara tiris mula
6. karyya mula bwat mwańamnaḥ mnaḥ skweḥni sawuńan, tan pamwita, tan hińanana kweḥni sawuŋnya, tanadẽgana, wnańa ta
(—)a6).
1. tan pamwita ri saŋ mathāni, tan pamwat spihan tanalapana soliḥnya buru tkeŋ rajutnya, tan paŋdadyakna doṣa mwaŋ gaṇagaṇa,
2. mańkana yan hana krańan pjaḥ ri thāninya patlun sakweḥ kdikniŋ drwyanya, yan lanaŋ pjaḥ rwaŋ bhaga muńgaha i bhatharẽ bukaśri sabhaga mareŋ
3. walu, yan stri pjaḥ sabhaga muńgaha i bhatarẽ bukaśri, rwaŋ bhaga mareŋ walu, kunaŋ yan krańan tumpur sahanahananin drwyanya, kapwa mu
4. ńgaha i bhatarẽ bukaśri, ika ta mańlwanga ikaŋ karāman, akāramulya mā 4 byayaniŋ ńatiwatiwa, atẽhẽr wnańa wwańi bahuŋ trińan
5. anẽmwānakniŋ wiku ṛsi, waluniŋ wiku ṛsi kna kambaŋ ksanika, mwaŋ kalapituŋ, mańkana sakweḥniŋ katyaghan ri thāninya, tan parabyapa
6. ran denira sańadmakakmitan kuturan, tan kna padesi, dadya yatmwa waluniŋ rowaŋnya sakarāman, tan sẽńgahẽnamgyati hawu, tan
(—)a
1. karāman, tan paŋdadyakna doṣa, kunaŋn yan tka rahadyanku milala ya, patbusa kna satngaḥ wli, ya tan hana rahadyan kumilala
2. pamaka hińanaŋ sapkẽn, wnaŋ doḷn wunuhẽn sakaharẽpiriya, tan paŋdadyakna doṣa mwaŋ ghaṇaghaṇa, mańkana yan hana wastwasambawot
3. pata ri thāninya, maweha ya patikẽl tanaḥ mā 1 saputhāyu, tan kna sakweḥniŋ sajisaji saprakāra, yan halapuharanya mańhana
4. kna ya caru prayaṣcitta, sayathāsakti eka diwaś a rahina wngi, dakṣina mā 2 kū 2 saputhāyu, tan kna sakweḥniŋ sajisaji saprakāra, risdẽ
5. ńanya tan wruḥ rihananikaŋ wwastwasambawotpata ri thāninya athawa kaṛhẽnan kunaŋ ya deni cakṣu wruḥ kna ya doṣsa tamtam
6. mā 2 kū 2 saputthāyu, tan kna sakweḥniŋ sajisaji saprakāra, atẽhẽr karāmaniŋ bahuŋ trińan tan parana denira sańrattasa wa
5a. Tidak ada
5b.
1. mara riŋ desanya, sapamggilanya tibana sipat mā 4 kunaŋ yan wwaŋ ri thāni salen mańuńsir riŋ bahuŋ trińan, tan kukudẽn
2. tan syutẽn tanulihakna yyuńgwanya mula, tan kna tulak sambwaŋ, mwaŋ pabalapkna, turunturun, bakatbakat, hutaŋ pahẽman
3. salwiranya, atẽhẽr karāmaniŋ bahuŋ trińan, tan pańatẽra mikula sadrwyanikaŋ wwaŋ sinarwwaswa, tkeńumaḥ saprakāra, tan pa
4. kmita, tuhuna weha mańana pisan sayathāsakti juga ya, tan paŋhayamana, tan sipatẽn, tan sraŋsisikẽn, mańkana ya
5 . n hana rowaŋnya sakarāman mahutaŋ irikaŋ wwaŋ rinampas, salwiraniŋ hutaŋnya, tkeŋ hutaŋ patulungan riŋ mula karyya, tan lpiha
6. kna, tuhun manahura sawit juga ya, tan kna panusur tulis, mwaŋ pamli sayub, lawan wnańa paburuburwa mareŋ thāni salen
6a. Tidak ada (pada photo sama dengan lembar nomor IVa)
6b.
1. paŋdadyakna doṣa, mańkana yan hana wwangi bahuŋ trińan, amijilakẽnya sabaganjiŋ salwiranya, tan pamwita riŋ parajña mwaŋ riŋ pacaraka ha
2. ji, yan hinduk tan pamwita riŋ cakṣu hduk, atẽhẽr wnańa ya sambańa saha sañjata buru maliŋ ri thāninya, tan pamwita, tan paŋdadya
3. kna doṣa, mańkana yan hana rowaŋnya sakarāman pjaḥ kanin kapẽkan doniŋ maliŋ, tan dalihẽn lumaku maliŋ , tan katampuhana da
4. ṇda, ńuniweḥ yan hana kbonya sapinya inańgasniŋ maliŋ inikẽtniŋ maliŋkunaŋ, tka ri thāni salen, wnańa ya ńalapa drwyanya sakatmwanya
5. tan paśrawanakna riŋ saŋ mathāni, tan pamwata ciḥna, tan padadyakna doṣa, lawan yan hana kbo sapiniŋ wwaŋ ri thāni salen amańan
6. mańan ri thāninya manahura pangambuŋ padaŋ mā 1 ri sawwaŋ ańkẽn tahun, ri sdẽńanya tanańga nahura, wna7) kbonya sapinya tawanẽn tkapniŋ
7a.
1. jinya panajyananya tan pintana upaḥ taji mwaŋ wulań lawan wnańa ya munuha kbo sapi, mapakna sakweḥniwӧnya ri thāninya mwaŋ ńa
2. mnamnaḥ tamwi yan kunaŋ, tan hińanana kweḥni wunuhẽnya, tan pamwita riŋ nāyakanya, makadi dwalhaji, tan kadawuhana dẽnda
3. mańkana yan hana wwaŋ ńi bahuŋ trińan, madrwyahaji, upahan ri thāni salen, amnẽra tkeŋ kyuranya juga tka padrwya tahila, sapirak
4. riŋ tlu mata, tan panusuna, saputhāyu tanańgapana ri thāninya, tan kna pacakṣu, pańiwo mwaŋ sipat sipat, tkeŋ sajisaji saprakā
5. ra, lawan yan hana wwańi bahuŋ trińan, luńhāńuńsir mareŋ thāni salen manahura tulak sambwaŋ mā 4 risdẽńanya tanańganahura, wnaŋ dr
6. wya saŋ kari alapẽn kawasakna tkapniŋ karāman, paŋdadyakna doṣa mwaŋ ganagana atẽhẽr daṇda sunyan, tan lińẽn
7b.
1. kamujajapajapa tan paweha mangana, tan pintana tẽmwan, mwaŋ pańithi, tan padadyakna doṣajña lańgyana, atẽhẽ(r)8) karāmaniŋ
2. bahuŋ trińan, tan kna tẽmwanira sańangatẽr saŋ hyaŋ kalukumańhalu, tan kna pabatu batu, mwaŋ pahẽmban manik, tan kna pamapa
3. s, matahyaŋ, tan kna sakweḥniŋ sajisaji saprakāra, tuhuna weha mańana sayathāsakti juga ya, tan sipatẽn, tan sraŋsi
4. sikẽn, lawan yan hana putra santana kahulunan tke wadwa rakṛyan momahithāninya, tan kukudẽn matuńgu bwathaji ri paku
5. wwan, tuhun manahura rot kū 1 sarenańkẽn tahun juga ya, tan kna pamgat sigi mwaŋ pawuran, pańarangka, palja watu
6. mańkana yan hana wwańi thāni salen marumbasan gaga ri thāninya manahura ya rāma kū 2 ri sawwaŋ, kamnaŋnya paŋhaniparinya,
8a.
1. ri sdẽńanya tan panahur rāma, wnaŋ parinya mwaŋ sesini gaganyālapẽn kawasakna tan paŋdadyakna doṣa mwaŋ ganagana, lawan ya
2. n hana wwańi bahuŋ trińan sapasuk thāni, kapramantẽnan ri padrwyahajyan suruhan, haywahaywan pańatawan, atagatagan,ra (?)9)
3. rja haji, mwaŋ tulis taṇda rakryan sira kabeḥ, pinta panumbas, ri parggapan, kahulunan, palampuranan salwirana kapramantẽ
4. nanya ripamayananya manahura kū 1 tadaḥ sā 3 sowẽgẽng(?)10)carmmatulakubu tan kna pańiwo, ri parggẽp manahura kū 1 babi
5. ni mwaŋ kamasan sā 3 angkẽn magha mahānawami, aspaspan kū 1 tan kna pakupat, mwaŋ parẽmram, wintaŋ marñit
6. paglar, parańsam, papuñcagiri, papatiḥ, turunturun, bakatbakat, palakar, pahatẽp, pakarańkatan, kna pabaru, pasańa,
8b.
1. papańgaŋ, pajñamańgala,palawe, pabhasurẽnggha talin kẽtan, patimtim, pabarańka, paḷńa watu, purbwapurbwan saprakāra, tanalapnan,de
2. ryya, yan raŋpeŋdirinya, tan patahila ri nayakanya, ryyardẽg padirinya ya tahila ri paŋdirinya, tan randapana deniŋ nāyakan r
3. ggap, tan kna pakilala pakalikip, wnańa ya nambuta gawe salwiraniŋcaṇdala karma tan pamwita, tan kna palantiŋ mwaŋ rot, mańkana yan
4. hanarowaŋnya sakarāman salaḥ margga hyun makastri babini braḥma wańsa santana, hunjẽm, juru kliŋ,manahura ya pamucuk kū 3 sapu
5. tthāyu, ya tan pamucuk kna darji11) mā 1 saputthāyu, tan kna sakweḥni sajisaji saprakāra, atẽhẽr wnańa wwańi bahuŋ tringan, agawe
6. ya kali hanuhana lmaḥniŋ ńalmaḥ salwiraniŋ makalmaḥanya mwaŋ ńanampila bañuniŋńabañu salwiraniŋ maka bañu- –12), mapakna bañuniŋ sawaḥnya
9a.
1. pańunturanyakalinya wlurani sawaḥnya, dadya paŋńarugakna sakweḥniŋ kayu larańan, makadi kameri yan sadosangibẽ sawaḥ uma pahman
2. makadiŋ tirisan amahayu hawan i tngahiŋ kali kunaŋ, ika ta kadoḥ kapwa, tan witakna, kadawuhana daṇda, mańkana yan hana
3. kbo sapi celeŋ wḍus, mati kadawuḥ i kalinya i jroniŋ ruhtanyari thāninya tan tarubana, tan paśrawanakna, tan paŋdadyakna do
4. ṣa mwaŋ ganagana, kunaŋ yan lmbu, jaran, makadi wwaŋ mati salaḥ pati kadawuhikalinya, i jroniŋ ruḥtanya ri thāninya samańkana yan pa
5. srawanakna riŋ dwalhaji, tan kna paśrawana, yan sinuksmanya, tan kna panuksma, tke sakweḥniŋ saji sajiniŋ nganuksma saprakāra, tuhu
6. kaweha, mańana sayatha sakti juga ya, tan pahayamana, tan sipatẽn, tan sraŋsisikẽn mańkana sawaḥ kawihara bahuńan kasuba
9b.
1. kan bayuran san 13 laganya kū 2 ri salan laga kambaŋ sadakāla , kabajrasikarayan san 4 laganya kū 2 ri asan , kakanyanan
2. san 2 laganya 2 kū ri asan, ka hyaŋ wisnwan san 1 laganya kū 2 ri asan, kamanibuddyan san 1 laganya kū 2 ri asan kapwa ri ka
3. subakan bayuran laga kambaŋ sadakala, tahilaknanya ri wusnihanyan ripakirakirāni jro sańadmakakmitan mwaŋ ńanińgi tumarima ya
4. ngkana, tan pinta panumbas salwiranya, sawaḥ hyaŋ bukaśri, kasubakan bayuran san 28 laganya kū 2 ri asan lwirsanya bajulit
5. rapuhan muńgu, triŋ, pandan, nańka, jiraji, batu kańin batu karuḥ, kutat, kalodran, kdẽŋ, camalagi, biluk, lampraḥ, talan, jrut tumpaŋ
6. tut batini, sisi pagẽr, bunuk traya, air dadak, human ńudu, gintuńan, purutuŋ, tańga, rahut, kadamba, trẽp, gintuńan, sawaḥ su
10a.
1. radasa kawihara11) bahuŋ bwahan kasubakan bayuran san 7 san 1 baraŋ baŋ luwaŋ 13 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ4 san 1 jruk guyan luwaŋ 6 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 2
2. san 1 mambẽn luwaŋ 14 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 5 san 1 kambarugan luwaŋ 15 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ5 san 1 tańguntriŋ luwaŋ 9 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 3sa
3. n bahisilib luwaŋ 22 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 5 san 13 raban luwaŋ 17 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 5 dmak suradasawagasrama kasubakan bayuran
4. san 7 san 1 hihanunaŋ luwaŋ 15 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 5 san 1 pẽndam luwaŋ 5 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 1 san 1 hidenya luwaŋ 13 paŋdiŋ
5. diŋnya luwaŋ 4 san 1 nahyan luwaŋ 8 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 2 san 1 pyarga luwaŋ 10 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 3 san 1 hirho luwaŋ 18 paŋ
6. diŋdiŋnya luwaŋ5 san halalaŋ sulikitit luwaŋ 29 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 9 dmak suradasatarangasti13) kasubakan bayuran san 2 san
10b.
1. kapiŋ luwaŋ 6 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 2 san 1 mambẽr luwaŋ 13 paŋdiŋdiŋnya luwaŋ 4, kunaŋ watẽs thāni trińan bahuŋ,hińanya wetan buki
2. t likran, hińanya kidul hyaŋ pijyan namnẽrańulwan pagẽr sawaḥ bayuran nańidul, hińanya kulwan 9 sa, hińanya lor bukitula
3. ńkir, samańkana lbani parimandalani thāninya, katmutinmu ri talińaliman, mańkana rasanyanugraha paduka sri mahāraja, i karāma
4. niŋ trińan bahuŋ, tlas sinaksyakani sanmuka taṇda rakryan ri pakirakirānijro makabehan, makadi para senāpati, karuhun
5. mpuńku sewasogata, sira hana samańkana, rakryan juru sadaya puwagiswara, rakryan juru jayasakti pu yadusakti, rakryan juru ma
6. ntri pu pujan, rakryan juru hintẽn pu tinańgap, rakryan juru raksa wak pu puńguŋ,saŋ senāpati kuturan pu jagahita, saŋ senāpa
11a.
1. ti mañirińin pu sińhasarana, samgat mañuratańajna i hulu pulas, samgat cakṣu karaṇapura jańga, samga
2. t mañumbul jokuniŋ, samgat mañuratańajna i tńaḥ yaku, samgat cakṣu karaṇakranta tirtha, samgat pituha
3. cakmawu, sireŋ kasewan mpuńkwiŋ ńantakuñjarapada dańacaryya nikantaka, mpuńkwiŋ lokeśwara dańacaryya jayagama,
4. mpuńkwiŋ makarun dańacaryya agirupa, samgat juru wadwa dańacaryya nandaraja, sireŋ kasogatan, mpuńkwiŋ kudi
5. nar dańupadhyaya lalokẽn, mpuńkwiŋ bajrasikara dańupadhyaya sabhahita, samgat mańireńiren wandami sila
6. tmaḥ //0//.
c. Alih Bahasa
1b.
1. Pada tahun Saka 1056 bulan kesepuluh (Wesaka), tangal 15 sukla paksa, paniron, wage, wraspati wuku Watugunung, disanalah saatnya masyarakat Desa Bahungtringan
2. melalui para tetuanya antara lain Bapa Lilati dan Gangsal menghadap kepada Sri Maharaja Jayasakti dengan perantaraan Rakryan Juru Jayasakti dan Pu Jayasakti. Mereka menghadap kepada raja guna menyampaikan kepada raja bahwa saudara-saudaranya
3. setiap kepala keluarga telah pergi dari tempat tinggalnya mengungsi ke wilayah lain menyusup ke wilayah gunung, yang pada mulanya berjumlah 60 kepala keluarga.
4. Akibat kepergian mereka, sehingga yang masih tersisa di desanya hanya tinggal 11 kepala keluarga,
5. sehingga mereka menjadi gelisah. Itulah penyebab mereka menghadap kepada sang raja,
6. dan mereka berharap raja akan memberikan kebijaksanaan sehingga masyarakat Bahung tringan
2a.
1. mau tetap tinggal untuk tidak meninggalkan desanya. Raja merasa kasihan melihat masyarakatnya yang kesusahan di dalam membayar
2. pajak dan atau iuran . Merasakan kesusahan rakyat beliau, sehingga beliau juga tidak merasa nyaman dan tenang beristirahat tidur dengan permaisurinya.
3. Oleh karena itu diputuskanlah oleh beliau untuk memberikan anugrah kepada masyarakat Bahung Tringan yakni dibebaskan dari beberapa kewajiban, pembayaran pajak-pajak, dan iuran-iuran selama 40 tahun
4. Beberapa kewajiban-kewajiban tersebut seperti sambar14, pajak-pajak dan iuran seperti bungan tangkalik15 dan laganing sawung16
5. Semua jenis kwajiban dan pajak-pajak atau iuran tersebut dibebaskan oleh beliau selama 40 tahun. Setelah itu mereka wajib membayar pajak rot sebesar 1 māsaka setiap orang sebagaimana telah di diberlakukan sebelumnya.
6. Dan pajak wilang mereka wajib membayar 2 kūpang setiap orang, pembayarannya dilakukan di depan sidang kerajaan pada tanggal 3 bulan Caitra
2b.
1. Dibayarkan kepada pejabat pemungut pajak Bahung Tringan. Jika mereka membayar pada bulan Magha maupun pada bulan Karttika mereka tidak dikenakan iuran pinta panumbas17
2. maupun iuran pembelian sesuatu oleh pemimpinnya. Tidak dikenakan pajak/iuran pabakta, patimba, patambilung, pasandung watu, dan pamapas18
3. dan iuran sejenisnya. Bagi mereka yang mengerjakan sawah milik kasarwwan19 di wilayahnya, jika memakai air 2 tambuku20 mereka wajib membayar 2 māsaka setiap orang.
4. Untuk pembayaran iuran sambar sambaran dan iuran hulukayu21 agar dibayar di dalam pelaksanaan persidangan
5. pada tanggal 3 bulan Caitra dan diterima oleh petugas kerajaan yang bertugas memungut pajak/iuran kerajaan di sana. Tidak dikenakan iuran tarib, pakirab, papgiŋ, pamapas pusẽt22.
6. Pada saat membayar pajak-pajak maupun iuran tersebut mereka tidak dikenakan pajak pembelian sampai pada tanggal 9 bulan Magha.
3a.
1. Demikianlah sejumlah sawah pejabat pemungut pajak/iuran kerajaan dan sawah-sawah lainnya di kasubakan Bayuran yang dikerjakan dengan sistem laga23 dari dahulu.
2. Adapaun selanjutnya bagi mereka yang mengerjakan sawah tersebut dikenakan pajak laga sebesar 2 kūpang setiap satu tambuku. Pajak laga kambang dibayar setelah melakukan panen dan dibayar di depan dewan persidangan kerajaan
3. Hasil tersebut diterima oleh pejabat pemungut pajak/iuran dan serah terimanya di sana. Keringanannya adalah tidak dikenakan iuran pembelian (pinta panumbas) dan sejenisnya. Adapun sawah-sawah yang berada di kasubakan Siladan
4. dengan peraturan sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun kewajiban mereka yang mengerjakan sawah tersebut adalah membayar laga sebesar 2 kūpangsetiap satu tambuku. Hasilnya dihaturkan kepada Bhatara Bukasri setelah panen. Dengan ketentuan tidak dibolehkan orang-orang dari wilayah lain
5. melakkukan aktivitas system lagakarena sawah tersebut adalah sawah milik pejabat pemungut pajak kerajaan dan sawah-sawah milik kerajaan sejenis lainnya. Apabila ada yang mengerjakan sawah tersebut mereka wajib membayar kepada pejabat pemungut pajak dan pejabat Nganinggi24. Walaupun telah melakukan panen terlebih-lebih
6. memberlakukan sistem laga yang sama maka wajib dikenakan denda jẽngala langgyasana25 oleh baginda raja, dan aturan –aturannya kembali di berlakukan sebagaimana yang berlaku terdahulu.
3b.
1. Oleh karena ada perintah dari Bhatara Bukasri, tetapi mereka dikenakan beberapa aktivitas seperti mataruh, masurih, mahulukayunjalan26, dengan imbalannya antara lain tidak dikenakan iuran pawilang patapan27.
2. Tidak dikenakan iuran pembelian kepada pejabat mañumbul dan gulma28, tidak dikenakan pajak pembelian dimanapun sampai ngangkatan kepada raja. Tidak dikenakan aktivitas rambangan dan hujun29.
3. Tidak dikenakan hayuhayuan, iuran pangatawan, haṛŋ lnga, dẽdẽk kapulaga, dan kamukus30, tidak dikenakan segala macam biji-bijian lebih-lebih upakara yang besar
4. seperti pawisua dan prayascitta31. Tidak dikenakan tarangtarangan32 pada candranityagraha33 karena memang tidak dikenakan dari semula. Tidak dikenakan aktivitas gotong royong kepada raja
5. baik aktivitas besar maupun kecil, perjalanan ke suatu tempat, pekerjaan memikul, tundatundan34 dan atagatagan baik jauh maupun dekat. Tidak dikenakan pekerjaan nunda milik raja, tidak
6. melakukan pekerjaan memikul ngire, bahan bangunan dan sejenisnya. Demikian di tetapkan apabila ada orang-orang di wilayah Bahung Tringan pernah salah jalan melakukan dosa-dosa
4a.
1. dan sejenisnya yang dilakukan, mereka tidak dikenakan tandas tutan dan ludan35. Tidak dikenakan pajak pembuatan kain. Apabila ada rumah yang terbakar
2. sampai dengan rumah dalam bentuk kubu, bangunan bangunan sementara yang terdapat di sawah, kebun, pada lahan ladang padi tidak dikenakan iuran padam36, tidak dikenakan iuran pada bulan Srawana, dan tidak menjadi berdosa. Demikian
3. juga kelompok penabuh salunding yang ada di wilayahnya tidak dikenakan pajak tikasan dan pabangkis37, karena seperti telah diketahui bahwa mereka mengabdikan dirinya kepada Bhatara Bukasri. Selanjutnya masyarakat di wilayah Bahung Tringan
4. agar tidak memberikan makan kepada orang-orang yang melakukan perjalanan dengan membawa barang yang dijunjung dan sejenisnya. Tetapi apabila mereka adalah pejabat utusan raja dan pejabat tulis tanda rakryan
5. agar diberikan makan seadanya tanpa daging ayam, hal itu tidak akan dituntut dan dipermasalahkan.
6. Di dalam memberikan makan kepada pejabat kerajaan yang datang di wilayahnya adalah agar pada waktu-waktu tertentu saja. Hal itu dilakukan apabila ada perintah atau disuruh saja. Tetapi apabila mereka
4b.
1. meminta perak (pirak), dan meminta pajak pemeliharaan ternak agar tidak di hilani38. Selanjutnya mereka tidak dikenakan panggangsal dan pamukajña, dan papitutur39.
2. Mereka diperbolehkan ke pasar pada saat hari pasaran bilamanapun, tidak dipermasalahkan oleh pejabat tapahaji. Mereka dibolehkan memelihara asutugẽl dan prul tidak akan diambil oleh pejabat nāyakan buru40.
3. Mereka boleh memelihara itik, tidak akan diambil. Apabila ada kahyangan walyan41 tinggal di wilayahnya tidak akan diambil karena mereka bertugas melaksanakan upacara di Pujung dan
4. di Patatahan. Oleh karena sudah merupakan perintah dari Bhatara Bukasri, mereka dibolehkan mengeluarkan sara bagi wilayah lainnya tidak dipermasalahkan
5. tidak akan dikenakan laganing hnu. Selanjutnya orang-orang Bahung Tringan dibolehkan menyabung ayam di tempat sabungan seperti bekas lahan padi, prangudwan42 dan sejenisnya.
6. Mereka dibolehkan memelihara ayam sebanyak-banyaknya dan melakukan sabungan ayam walaupuntanpa seijin dan tidak dibatasi jumlah sabungannya.
(–)a.
1. Tidak perlu meminta ijin kepada sang mathāni43, tidak akan diambil apa yang telah didapatkannya sampai rajutnya44, tidak akan menjadi berdosa dan ganagana45.
2. Apabila ada anggota keluarga mati di wilayahnya, segala harta miliknya baik dalam jumlah banyak maupun sedikit agar dibagi menjadi tiga. Apabila laki-laki yang mati, duapertiga bagian dihaturkan kepada Bhatara Bukasri, sepertiga bagian
3. lagi menjadi milik janda yang ditinggalkannya. Apabila perempuan yang mati, sepertiga bagian dihaturkan kepada Bhatara Bukasri, dan duapertiga menjadi bagian duda yang ditinggalkannya. Jika tidak mempunyai keturunan (krangan tumpur), maka segala yang menjadi miliknya
4. agar dihaturkan kepada Bhatara Bukasri, dan sebesar 4 māsaka digunakan untuk biaya penguburannya (atiwa-tiwa). Selanjutnya orang-orang di Bahung Tringan dibolehkan
5. bertemu (menikahi) dengan putri seorang wiku rsi, janda wiku rsi tetapi dikenakan kambang ksanika dan kalapitung46. Demikianlah sejumlah pesraman (katyagan) di wilayahnya, tidak
6. dipermasalahkan oleh pejabat sangadmakakmitan kuturan, tidak dikenakan pajak padesi. Mereka dibolehkan bertemu dengan janda/duda teman-temannya di wilayahnya tidak dianggap memutuskan hawu47.
(–)a.
1. penduduk desa, tidak dianggap sebagai suatu dosa/kesalahan. Adapun apabila datag petugas kerajaan melakukan pengelolaan dikenakan uang pengganti setengah dari dari harga pembeliannya. Apabila petugas tersebut tidak ada dating petugas pengelola (pasar) beliau
2. maka orang-orang yang berjualan ke pasar diringankan. Boleh menjualnya, dan boleh memotong (mungkin hewan yang akan diperjual belikan) sekemauannya. Hal itu tidak akan menjadi berdosa/akibat telah berbuat salah. Demikian juga jika terjadi kesalahan yang disebabkan oleh perkataan (sambhawotpata)
3. di wilayah desanya, agar mereka memberikan iuran patikẽl tanaḥ sebesar 1 māsaka setiap orang, tidak dikenakan segala jenis sesajian(upakara). Tetapi apabila mereka melakukan kesalahan tersebut
4. maka mereka dikenakan upakara caru prayascita sesuai dengan kemampuannya pada suatu hari yang baik di malam hari yakni upakara daksina senilai 2 māsaka 2 kūpang setiap orang, tetapi tidak dikenakan upakara sesaji lainnya.
5. Apabila terjadinya musibah tersebut tidak diketahui kejadiannya atau apabila diketahui peristiwa itu oleh telik sandi kerajaan (cakṣu wruḥ), maka mereka dikenakan denda tamtam
6. sebesar2 māsaka 2 kūpang setiap orang, tidak dikenakan sejumlah sesajen sejenis lainnya. Selanjutnya masyarakat Bahung Tringan tidak akan disebut sebagai orang yang telah melakukan kesalahan oleh beliau.
5a. Pada photo tidak ada
5b.
1. kembali menuju desanya, setelah meninggalkan desanya dikenakan pajak sipat sebesar 4 māsaka. Adapun apabila orang dari wilayah desa lain berpindah tempat di Bahung Tringan, tidak akan ditelisik
2. tidak akan disuruh kembali ke desa asalnya. Mereka tidak dikenakan iuran tulak sambwang dan iuran pabalap, turunturun, bakatbakat48, hutang/kewajiban dalam pertemuan(rapat)
3. dan sebagainya. Selanjutnya masyarakat Bahung Tringan untuk tidak mengantarkan segala milik orang yang berasal dari manapun sampai di rumahnya dan tidak
4. menjaganya tetapi agar benar-benar diberikan makan alakadarnya juga tanpa berisi daging ayam, agar tidak dipermasalahkan dan tidak ungkit-ungkit. Demikian juga
5. apabila ada saudara-saudara di sewilayahnya memiliki hutang pada orang lain di sana diambil secara paksa/dirampas, segala hutang sampai hutang patulugan memang diberlakukan seperti itu, dan tidak dilipat gandakan hutangnya.
6. Jika membayar hutangnya, yang dibayar adalah sesuai dengan sisa hutangnya, tidak dikenakan iuran panusur tulis49, dan iuran pembelian sayub, dan dibolehkan berburu ke wilayah lain.
6a. Tidak ada (pada photo sama dengan lempeng nomor IVa)
6b.
1. agar dijadikan bersalah/berdosa. Apabila ada orang-orang Bahung Tringan mengeluarkanbaganjing dan sejenisnya boleh tanpa ijin kepada para pejabat pemerintahan dan pengurus abdi raja.
2. Apabila para pencari ijuk, boleh tanpa ijin dari pejabat pengawas kerajaan cakṣu hduk. Selanjutnya mereka dibolehkan menggunakan senjata jika memburu pencuri di wilayah desanya, hal itu tidak dikenakan dosa.
3. Demikian juga jika ada temannya sewilayah mati karena dibunuh oleh pencuri, orang yang mati itu tidak dianggap sebagai pencurinya, tidak dikenakan sangsi.
4. Tetapi apabila jika ada binatang kerbau dan sapi diambil dan diikat oleh pencuri sampai di wilayah lain boleh mengambil miliknya tidak dikenakan
5. upacara pada bulan Srawana oleh pemilik wilayah tersebut, tidak digunakan sebagai barang bukti, dan tidak menjadi berdosa. Tetapi apabila ada kerbau dan sapi milik orang dari wilayah lain memakan
6. makanan di wilayahnya wajib membayar iuran pangambung rumput sebesar 1 masaka per orang setiap tahun. Apabila tidak membayar, maka kerbau dan sapinya disandera oleh
7a.
1. memakai taji tidak dikenakan ongkos taji dan benang taji. Tetapi mereka dibolehkan menyembelih kerbau dan sapi sesuai dengan banyak sedikitnya yang dipelihara di wilayah desanya, dan terlebih-lebih
2. untuk menjamu tamu. Tidak dibatasi jumlahnya berapa ekor yang akan disembelih, tidak perlu minta ijin kepada pejabat yang mengurusi peternakan seperti pejabat dwalhaji50, tidak dikenakan sangsi
3. Demikian juga apabila ada warga Bahung Tringan menjaga milik kerajaan melakukan upahan di wilayah desa lain mereka dibenarkan. Mereka dikenakan sekeping perak
4. tiga biji setiap orang, tidak dikenakan pajak pengawasan, pajak pemeliharaan ternak, dan sipat-sipat sampai dengan sesajen dan sejenisnya.
5. Tetapi jika ada orang-orang Bahung Tringan pergi menuju wilayah lain mereka wajib membayar iuran tulak sambwang sebesar 4 māsaka. Jika mereka tidak membayar, maka
6. miliknya agar diambil dan menjadi milik masrakat Bahung Tringan. Hal itu menyebabkan mereka berdosa dan dianggap tidak hormat. Selanjutnya dikenakan sangsi danda sunyan, agar tidak disebutkan.
7b.
1. melakukan pemujaan agar tidak memberikan makan, tidak dikenakan iuran pertemuan dan pangithi(?) tidak melanggar perintah. Selanjutnya masyarakat
2. Bahung Tringan tidak dikenakan kewajiban kepada Sang Hyang Kalukumanghalu. Tidak dikenakan pajak pabatu-batu, pahemban manik, tidak dikenakan
3. pamapasmatahyangdan segala sesajen. Agar mereka benar-benar diberikan makan seadanya juga, tidak dipermasalahkan.
4. Tetapi jika ada keturunan para pejabat kerajaan sampai pasukan pejabat rakryan bertempat tinggal di wilayahnya tidak seterusnya menjaga pekerjaan kerajaan di tempat tinggalnya yang bersifat sementara (pakuwuan).
5. Membayar pajak rot sebesar 1 kupang setiap tahun, tidak dikenakan pajak pamgat sigi dan pajak pawuran, pangarangka, palnga watu.
6. Apabila ada orang-orang dari wilayah desa lain membeli padi lahan kering (gaga) di wilayah desanya, mereka wajib membayar pajak rama sebesar 2 kupang setiap orang, dan dikenakan pada saat memanen padinya.
8a.
1. jikapada saatnya membayar mereka tidak membayar maka padi dan seisinya diambil dan dikuasai, tidak dikenakan dosa tidak menghormati. Tetapi apabila
2. ada orang-orang Bahung Tringan dan sewilayahnya mengerjakan segala sesuatu milik kerajaan seperti haywahaywan, pangatawan, atagatagan,
3. rarja, danatas suruhan tanda rakryan permintaan pembelian, di kelompok kahulunan, palampuran dan lain-lainnya
4. mereka wajib membayar 1 kupang tadah 3 saga, tidak dikenakan tulak kubu dan pajak pemeliharaan ternak. Kepada kelompoknya mereka membayar 1 kupang yang perempuan dan
5. kamasan 3 saga setiap tahun tanggal 9 bulan Magha, aspan aspan 1 kupang tidak dikenakan iuran pakupat dan iuran peramram, wintang marẽnyit,
6. paglar, parangsam, papuñcagiri, papatih, turunturun, bakatbakat, palakar, pahatẽp, pakarangkatan. Dikenakan pabaru, pasanga,
8b.
1. papanggang, pajnamanggala, palawe, pabasurẽnggha, talin kẽtan, patimtim, pabarangka, palnga watu, purbwapurbwaan dan lain-lainnya tidak akan diambil.
2. Apabila tidak ada temannya yang lain agar tidak membayar kepada nayakannya, jika berkeinginan membayar sendiri-sendiri harus dating sendiri. Tidak direndahkan oleh nayakan
3. tidak dikenakan iuran kalikip. Mereka dibolehkan melakukan pekerjaan kasar/rendahan tanpa meminta ijin terlebih dahulu, tidak dikenakan iuran palanting dan rot. Apabila
4. ada teman-teman sewilayahnya salah perilaku berkeinginan memperistri dari keturunan yang berasal dari golongan brahma, hunjẽm, juru keling, mereka wajib membayar iuran pamucuk sebesar 3 kupang setiap orang.
5. Apabila tidak dikenakan pamucuk meraka dikenakan iuran darji sebesar 1 masaka per orang, tidak dikenakan sejumlah upakara dan sejenisnya. Selanjutnya orang-orang di Bahung Tringan boleh membuat
6. kali saluran air untuk mengairi semua jenis lahan pertanian dan meminta air untuk mengairi lahan persawahannya
9a.
1. Mereka dibolehkan menebang sejumlah kayu larangan seperti kameri apabila pohon/kayu tersebut menaungi sawah dan pekarangan
2. terutama pohon kelapa untuk kelancaranan aliran air menuju ke tengah areal persawahannya agar diambil dan disingkirkan dan tidak dipermasalahkan asal usulnya serta tidak dikenakan sangsi. Apabila
3. ada kerbau, sapi, babi, kambing kedapatan mati di kali maupun di tengah semak-semak di wilayahnya tidak dikenakan iuran tarub, tidak dikenakan iuran pada bulan Srawana, tidak berdosa.
4. Tetapi apabila binatang lembu, kuda, terutama manusia mati salahpati ditemukan di tengah kali saluran air, di tengah semak-semak di wilayah desanya jika
5. membayar iuran yang di bayar pada bulan Srawana agar membayar kepada pejabat yang mengurus jual-beli ternak tidak dikenakan iuran pada bulan Srawana. Apabila dibebaskan maka tidak dikenakan iuran pembebasan dan sesajen sebagai syarat pembebasan, dan agar benar-benar juga
6. diberikan makan seadanya tanpa daging ayam, tidak diungkit-ungkit dikemudian hari. Adapun sejumlah sawah yang dipelihara/dikerjakan di Bahungan
9b.
1. kasubakan Bayuran dengan luas 13 sanpembayaran laga-nya 2 kupang di Salan dengan laga kambang dibayar pada waktunya. Di Kabajrasikarayan 5 san dengan pembayaran laga 2 kupang, di Asan dikenakan
2. 2 san dengan pembayaran laga 2 kupang. Di kahyangwisnwan 1 san dengan laga 2 kupang di Asan. Di kamanibuddyan1 san dengan laga 2 kupang di Asan. Demikianlah semua
3. di kasubakan Bayuran agar membayar laga pada waktunya dengan membayar pada waktu setelah melakukan panen di depan persidangan istana kepada pejabat pemungut dan penjaga milik raja dan pejabat aninggi yang menerima
4. disana. Tidak dikenakan iuran pembelian dan sejenisnya. Sawah Hyang Bukasri di kasubakan Bayuran dengan luas 28 san dengan laga 2 kupang di Asan Lwirsanya Bajulit
5. Rapuhan Munggu, Tring, Pandan, Nangka, Jiraji, Batu Kangin, Batu Kauh, Kutat Kalodran, Kdeng, Camalagi, Biluk, Lamprah, Talang, Jrut Tumpang
6. Tut Batini, Sisi Pager, Bunu Traya, Air Dadak, Human Ngudu, Gintungan, Purutung, Tangga, Rahut, Kadamba, Trep, Gintungan, Sawah Su
10a.
1. radasa yang dipelihara di Bahung Bwahan Kasubakan Bayuran dengan luas 7 san 1 san Barangbang 13 luwang51dengan pandingding 4 luwang 1 san, Jruk Guyang 6 luwang dengan pandingding522 lwang
2. 2 san, Mamben 14 luwang dengan pandingding5 luwang 1 san, Kambarugan 15 luwang dengan pandingding5 luwang 1 san, Tangguntring 9 luwang dengan pandingding 3 luwang san
3. Bahisilib 22 luwang dengan pandingding5 luwang 13 san. Rabang 17 luwang denganpandingding 5 luwang. Dmak Suradasawagasrama Kasubakan Bayuran
4. 4 san 1 san. Di Hanunang 15 luwang dengan pandingding5 san, 1. Pendam 5 luwang dengan pandingding 1 luwang 1 san. Hidenya 13 luwang dengan pandingding
5. 4 luwang 1 san. Nahyan 8 luwang dengan pandingding luwang 2, 1 san. Pyarga 10 luwang dengan pandingding3 luwang, 1 san. Hirho 18 luwang 6. dengan pandingding5 luwang san. Halalang Sulikitit 29 luwang dengan pandingding 9 luwang. Dmak Suradasatarangasti Kasubakan Bayuran 2 san 1 san
10b.
1. Kaping 6 luwang dengan pandingding 2 luwang 1 san. Mamber 13 luwang dengan pandingding4 luwang. Adapun batas-batas wilayah Tringan Bahung dengan batas timurnya adalah
2. Bukit Likran. Batasnya di selatan Hyang Pijyan lurus ke barat dengan pagar persawahan di Bayuran kemudian ke selatan. Batas baratnya sejauh 9 sa. Batas utaranya Bukit Tulangkir.
3. Itulah luas wilayah desanya, bertemu di Talingaliman. Demikian isi anugrah Sri Maharaja kepada
4. penduduk Tringan Bahung. Dengan diaksikan di depan Tanda Rakryan persidangan istana
5. terutama para pejabat Senapati, pendeta dari golongan siwa-budha. Adapun beliau yang hadir pada saat itu antara lain Rakryan Juru Sadaya: Pu Wagiswara, Rakryan Juru Jayasakti: Pu Yadusakti, Rakryan Juru Mantri:
6. Pu Pujan, Rakryan Juru Hinten: Pu Tinanggap, Rakryan Juru Raksa Wak: Pu Punggung, Sang Senapati Kuturan:L Pu Jagahita, Sang Senapati
11a.
1. ti Manyiringin: Pu Singharsana, Samgat Mañuratangajna di hulu: Pulas, Samgat Caksu Karanapura: Jangga, Samgat
2. Manyumbul: Jokuning, Samgat Manyuratangajna di tengah:Yaku, Samgat Caksu Karanakranta:Tirtha, Samgat Pituha:
3. Cakmawu. Beliau pendeta dari golongan Siwa antara lain Mpungkwing Ngantakunjarapada: Dangacaryya Nikanta, Mpungkwing Lokeswara: Dangacaryya Jayagama,
4. Mpungkwing Makarun: Dangacaryya Agirupa, Samgat Juruwadwa: Dangacaryya Nandaraja. Beliau pendeta dari golongan Budha antara lain Mpungkwing Kudi
5. nar: Dangupadhyaya Laloken, Mpungkwing Bajrasikara: Dangupadhyaya Sabhahita, dan Samgat Mangirengiren Wandami: Sila Tmah//0//.
III. Tinjauan Isi Prasasti
Berdasarkan hasil alih aksara dan alih bahasa seperti diuraikan di atas, intisarinya dapat dikemukan sebagai berikut.
Prasasti ini dikeluarkan pada tahun Saka 1059 (1137 Masei) oleh raja Jayasakti kepada desa Bahung Tringan dan sewilayahnya. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja oleh karena penduduk di wilayah Desa Bahung Tringan menjadi berkurang dari semula yang pada mulanya berjumlah 60 K.K. sampai tersisa hanya 11 K.K. Berpindahnya penduduk ke wilayah lain oleh karena mereka merasakan sangat berkeberatan di dalam membayar pajak/iuran kepada sang raja. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa dengan berkurangnya jumlah penduduk sehingga berpengaruh terhadap pendapatan kerajaan yang berasal dari sektor pajak. Sektor pajak sebagai tulang punggung pendapatan kerajaan nampaknya yang menjadi permasalahan yang utama untuk dicarikan solusinya. Di samping itu, permasalahan-permasalahan lain yang menyangkut berbagai aspek tatanan kehidupan masyarakatnya dalam bidang sosial, perekonomian, pertanian, keamanan, religious tidak luput dari perhatian raja.
Kebijaksanaan seorang pimpinan tampuk pemerintahan dalam mengayomi rakyatnya adalah sangat penting. Terjadinya permasalahan perpindahan penduduk Bahung Tringan ke wilayah desa lain dibijaksanai dengan memberikan keringanan kepada penduduk Bahung Tringan selama 40 tahun untuk tidak membayar pajak/iuran seperti sambar, pajak peternakan (bungan tangkalik) dan pajak laga sabungan (laganing sawung). Tetapi dengan catatan, setelah mencapai 40 tahun, mereka diwajibkan membayar pajak/iuran sebagaimana berlaku sebelumnya. Penetapan sejumlah pajak-pajak/iuran kembali setelah 40 tahun berlalu yakni sebesar 2 māsaka2 kūpang dibayar di depan dewan persidangan istana pada tanggal 3 bulan Caitra dan diterima oleh pegawai pemungut pajak (sangadmakakmitanapigajih). Pembebasan sejumlah kewajiban pajak antara lain pabakta, patimba, patambilung, pasandung watu dan pamapas. Penetapan sejumlah pajak sawah di wilayah Kasubakan Bayuran dan Siladan sebesar 2 kūpang dihaturkan kepada Bhatara Bukasri, dengan catatan pembayarannya dilakukan setelah panen, mereka dibebaskan dari beberapa kewajiban kepada Bhatara Bukasri, dan tidak diperkenankan sawah-sawah tersebut dikelola oleh penduduk desa lain. Keringanan lainnya adalah mereka tidak dikenakan kewajiban melakukan sejumlah kerja bakti (buñcangaji).
Penduduk desa Bahung Tringan agar tidak memberikan makan kepada orang-orang yang berasal dari wilayah desa lain yang melakukan perjalanan melewati wilayah desanya. Sebaliknya mereka agar memberikan makan seadanya kepada pejabat kerajaan yang diperintahkan oleh raja seperti pamangku sanghyang ajña dan tulis tanda rakryan. Penduduk Desa Bahung Tringan dibolehkan melakukan sabungan ayam dan tidak dibatasi jumlah sabungannya pada tempat-tempat yang telah ditentukan seperti pasangayan, tempat padi, prangudwan.
Aturan tentang pembagian/pengelolaan hak milik/warisan bagi penduduk desa dibagi 3 antara lain jika yang meninggal memiliki keturunan segala miliknya dibagi 3, jika laki-laki yang meninggal duapertiga (2/3) dihaturkan kepada Bhatara Bukasri dan sepertiga (1/3) menjadi hak milik jandanya. Jika yang meninggal wanita sepertiga (1/3) dihaturkan kepada Bhatara Bukasri dan duapertiga (2/3) menjadi hak milik dudanya. Jika tidak memiliki keturunan meninggal maka seluruh hak miliknya dihaturkan kepada Bhatara Bukasri, dan senilai 4 masaka digunakan untuk biaya penguburannya.
Penduduk Desa Bahung Tringan boleh memperistri/menikahi anak dari seorang pendeta dan janda pendeta tetapi merka dikenakan sangsi antara lain kambang ksanika dan kalapitung. Mereka juga dibolehkan menikahi janda rekan-rekan sewilayahnya. Aturan terkait dengan hutang-piutang, bagi penduduk desa memiliki hutang dan diambil secara paksa, di dalam pembayarannya adalah sejumlah nilai hutangnya tidak dilipatgandakan.
Penduduk Desa Bahung Tringan dibolehkan memburu pencuri dengan membawa senjata. Jika ada saudaranya mati karena dibunuh oleh pencuri maka orang yang mati tidak didalih sebagai pencuri. Jika ada pencuri ternak sapi atau kerbau dari wilayah desa lain maka dibolehkan mereka mengambil barang curiannya. Jika ada ternak sapi atau kerbau milik orang dari wilayah desa lain terlepas mencari makan di wilayah desanya maka dikenakan sangsipangambung padang sebesar 1 masaka.
Penduduk Desa Bahung Tringan dibolehkan memotong ternak kerbau atau sapi dan tidak dibatasi jumlahnya untuk kepentingan mereka di desanya dan menjamu tamu. Jika ada penduduk desa Bahung Tringan bekerja dengan mendapat upah ke desa lain dikenakan kewajiban membayar senilai harga 3 biji perak. Jika mereka berpindah tempat ke wilayah desa lain dikenakan kewajiban berupa tulak sambwang sebesar 4 māsaka, jika tidak memenuhi kewajiban tersebut maka miliknya dikuasai oleh penduduk desa yang masih tinggal di desanya.
Terkait dengan pengelolaan hasil pertanian ditegaskan bahwa jika ada orang-orang dari desa lain membeli pada lahan kering (gaga) di desanya mereka wajib membayar rama sebesar 2 kūpang setiap orang. Jika tidak memenuhi kewajiban tersebut mereka maka padi dan sisi lahan padi gaganya boleh dikuasai. Penduduk desa Bahung Tringan dobolehkan melakukan pekerjaan kasar (candala karma) tanpa seijin, dan mereka diijinkan dan dibebaskan dari pajak-pajak seperti palanting dan rot. Dalam hal perkawinan dengan orang yang tidak sama stratifikasi sosialnya mereka wajib membayar pamucuk sebesar 3 kūpang setiap orang.
Dalam bidang pengelolaan air dan kelestarian lingkungan lahan, penduduk Bahung Tringan dibolehkan membangun kali untuk pengelolaan segala macam lahan dan boleh meminta air untuk persawahannya. Mereka boleh melakukan penebangan terhadap beberapa pohon-pohon yang dilindungi seperti kemiri, bilamana pohon-pohon tersebut memang mengganggu kelancaran jalannya air di kali. Jika ada binatang ternak seperti sapi, kerbau, babi, kambing kedapatan mati di tengah-tengah semak-semak dibebaskan dari beberapa kewajiban iuran dan upacara pada bulan srawana. Akan tetapi jika binatang lembu, kuda, terlebih-lebih manusia mati tidak wajar (salah pati) kedapatan di sepanjang saluran air/kali mereka wajib dikenakan upacara di bulan srawana dan agar atas sepengetahuan pejabat yang mengurusi pajak penjualan (dwalhaji). Tentang pengelolaan lahan persawahan di kasubakan Bayuran ditetapkan dengan sistem laga sebesar 2 kupang dibayar setelah pelaksanakan panen, dan ditetapkan pula pembagian air di wilayah Bahung Bwahan dengan bentuk pangdingding (tambuku) dan luwang (tetktek).
Batas-batas wilayah suatu desa (karaman) secara adminitratif adalah suatu hal yang sangat penting. Oleh karena tidak jarang terjadinya konflik sosial antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya karena permasalahan batas wilayah desa. Tentang penetapan batas-batas wilayah karaman Bahung Tringan ditegaskan mulai dari batas timur batasnya adalah Bukit Likran, Batas selatannya tempat suci Hyang Pijyan lurus menuju ke barat adalah pagar batas sawah Bayuran menuju ke selatan. Batas baratnya adalah sembilan (9) sa, dan batas utaranya adalah Bukit Tulangkir.
Di dalam bagian akhir prasasti disebutkan para saksi yang hadir di dalam persidangan istana antara lain para Senapati, para pendeta dari golongan Siwa dan Budha, Rakryan Juru, Samgat Caksu, dan Samgat. Dari golongan Rakryan Juru antara lain Rakryan Juru Sadaya: Pu Wagiswara, Rakryan Juru Jayasakti: Pu Yadusakti, Rakryan Mantri: Pu Pujan, Rakryan Juru Hinten: Pu Tinanggap, Rakryan Juru Raksa Wak: Pu Punggung. Dari golongan Senapati antara lain Senapati Kuturan: Pu Jagahita, Sang Senapati Maniringin: Pu Singhasarana. Dari golongan Samgat antara lain Samgat Manuratangajna I: Pulas, Samgat manuratangajna II: Yaku, Samgat Caksu Karanapura: Jangga, Samgat Manumbul: Jo Kuning, Samgat Caksu Karanakranta: Tirtha, Samgat Pituha: Cakmawu. Daro golongan pendeta Siwa antara lain Mpungkwing Ngantakunjarapada: Dangacaryya Nikanta, Mpungkwing Lokeswara: Dangacaryya Jayagama, Mpungkwing Makarun: Dangacaryya Agirupa, dan Samgat Juru Wadwa: Dangacaryya Nandaraja. Pendeta dari golongan Budha antara lain Mpungkwing Kudinar: Dangupadhyaya Laloken, Mpungkwing Bajrasikara: Dangupadhyaya Sabhahita, dan Samgat Mangirengiren Wandami: Sila Tmah.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Jayasakti adalah salah seorang raja yang memegang tampuk pemerintahan pada masa Bali Kuno (abad X-IV Masehi) di Bali. Pemerintahan kerajaan Bali Kuno berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 400 tahun (empat abad). Raja Jayasakti memegang tampuk pemerintahan selama 17 tahun (Saka 1055-1072). Tampuk pemerintahan sebelumnya dipegang oleh Sri Suradhipa (Saka1037-1041). Berdasarkan atas prasasti-prasasti yang telah ditemukan dapat diketahui bahwa selama kurun waktu empat abad telah terjadi pergantian tampuk pimpinan kerajaan sebanyak 21 kali. Adapun keduapuluh satu raja tersebut antara lain Sri Kesari Warmadewa (Saka 835), Sri Ugrasena ( Saka 837), Tabanendra dan Subadrika Dharmadewi ( Saka 877-889), Jayasingha Warmadewa (Saka 882), Janasadhu Warmdewa (Saka 987), Wijaya Mahadewi (Saka 905), Gunapriyadharmapatni dan Dharma Udayana Warmadewa (Saka 911-933), Sri Sang Ajñadewi (Saka 938), Marakata (Saka 944-948), Anak Wungsu (971-999), Sri Walaprabhu (Saka 1001-1010), Sri Sakalindukirana (Saka 1010-1023), Sri Suradhipa (Saka1037-1041), Sri Jayasakti (Saka 1055-1072), Sri Ragajaya (Saka 1077), Sri Maharaja Haji Jayapangus (Saka 1099-1103), Sri Maharaja Haji Ekajayalañcana dan Sri Arjaya Dengjaya (Saka 1122), Bhatara Guru I: Sri Adhikunti Ketana (Saka 1126), Bhatara Parameswara Sri Hyang Ning Hyang Adidewa Lañcana (Saka 1182), Bhatara Guru II: Bhatara Sri Maha Guru (Saka 1246-1250), dan Bhatara Sri Astasura Ratna Bumi Banten (Saka 1259) (Ardika, 1983).
Berdasarkan sejumlah nama raja Bali Kuno di atas, raja Jayasakti (Saka 1055-1072) berada pada posisi/urutan keempat belas (14) dan memerintah di Bali selama tujuh belas (17) tahun. Selama kurun waktu 17 tahun raja Jayasakti memegang tampuk pemerintahan, berbagai peristiwa penting dengan segala permasalahannya telah terjadi sehingga raja Jayasakti harus turun tangan menyelesaikannya. Salah satu peristiwa penting yang terjadi pada masa itu sebagaimana dicatatkan di dalam prasasti 552 Bebandem. Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu, prasasti-prasasti yang diterbitkan dalam masa pemerintahan raja Jayasakti berjumlah 13 buah. Prasasti-prasasti tersebut antara lain prasasti nomor 551a Manik Liyu D= Lambeyan A, 551b Manikliu E, 552 Bebandem, 553 Landih A Nongan A, 554 Bwahan C,555 Depaa, 556a Prasi A 556b. Campetan Kintamani, 557 Sading B, 558 Tampak Gangsul, 559 Dausa Pura Bukit Indrakila B II, 560 Pemecutan B, dan 561 Sibang Kaja (Ardika,1983:18; Callenfels 33-35, Sunarya, 1996:55).
Sumber : https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali/prasasti-raja-jayasakti-di-desa-bebandem-karangasem/